Mutiara Dalam Kumuhnya Kota...
Di
jaman Rasulullah, Masjid tidak hanya menjadi tempat beribadah, tetapi
sekaligus juga merupakan pusat pendidikan, pengembangan kebudayaan dan
pergerakan sosial. Revitalisasi fungsi Masjid sebagai pusat pengembangan
pendidikan dan kebudayaan saat ini seharusnya semakin relevan, bahkan
mendesak untuk dilakukan. Ditengah terpaan sekularisme dan deraan angin
kebebasan [liberalism], Masjid bisa jadi merupakan benteng
terakhir untuk mempertahankan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Oleh
karena itu, sebuah masjid memiliki arti yang sangat penting sebagai
jaring pengaman budaya dan peradaban umat manusia. Bebrapa waktu lalu
Seputar Asahan menyempatkan diri hanging out [jalan-jalan] di Kota Kisaran. Tepat di depan Masjid Agung Kisaran mencoba mengambil gambar dengan kamera handphone sederhana. Betapa sulit mencari sudut yang tepat untuk mengambil photo Masjid Agung Kisaran. Dalam keterbatasan kamera handphone, Seputar Asahan akhirnya berhasil mengabadikan sepenggal photo Masjid Agung Kisaran seperti yang berada dihadapan Anda ini.
Ditengah-tengah Kota Kisaran yang terlihat semakin tua, tidak tertata dan bahkan terkesa kumuh, Masjid Agung bak mutiara memancarkan sinarnya. Masih seperti belasan tahun yang lalu, hanya batang-batang pohon palm raja yang tampak terus tumbuh. Upaya Asahan Budidaya Gaharu [ABG] menanam bibit pohon gaharu di halaman Masjid Agung beberapa waktu lalu telah memberikan harapan baru bagi pengembangan fungsi Masjid Agung, tidak hanya sebagai tempat ibadah Umat Islam di Kisaran, Asahan tetapi juga sekaligus sebagai "laboratorium konservasi". Bukankah ini juga salah satu peningkatan fungsi Masjid sebagai tempat untuk mengenalkan budaya cinta lingkungan ditengah ancaman global warming terhadap generasi penerus? Kita patut bersyukur dan memberikan apresiasi tinggi untuk Bapak Mujiono, Ketua Asahan Budidaya Gaharu yang memiliki kepedulian dan gagasan mulia tersebut. Sudah sepantasnya pula Pemerintah Asahan memberikan apresiasi dan memfasilitasi upaya-upaya warganya seperti ini.
Sebaliknya, area luar Masjid Agung Kisaran tampaknya tidak memberikan nuansa yang mendukung. Gedung-gedung Kota yang terlihat semakin tua, tidak tertata bahkan terkesan kumuh merupakan pemandangan yang sangat kontras dengan Masjid. Kisaran tampak seperti kota mati, dan seolah hanya tinggal Masjid Agung yang memancarkan titik kehidupan. Bagaimana tidak, Pemerintah Kabupaten sama sekali tidak mempedulikan tata estetika Kota Kisaran. Jalan Imam Bonjol tempat Masjid Agung kokoh berdiri, merupakan pusat kota Kisaran yang telah tumbuh berubah menjadi gedung-gedung bertingkat tanpa penghuni. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Asahan mengumbar ijin pembangunan gedung-gedung bertingkat untuk sarang burung wallet telah mengubah Kisaran menjadi kota yang mati suri, tidak lagi berkembang atau dikembangkan menjadi Kota yang tertata secara apik dan asri. Sampai sekarang Seputar Asahan masih bertanya-tanya bagaimana Pemerintah Pusat memberikan penilaiannya sehingga Kabupaten Asahan memperoleh Piala Adipura? Lihatlah contoh photo berikut ini yang diambil Seputar Asahan pada tanggal 13 Agustus 2009 lalu di depan Masjid Agung Kisaran. Tampak sekali Kota yang mengesankan tidak tertata dan cenderung terasa kumuh. Tetapi baiklah, tulisan ini tidak akan mengulas lebih dalam mengenai kondisi Kota Kisaran, karena Seputar Asahan akan mengulasnya dalam tulisan tersendiri pada edisi mendatang.
Ditengah-tengah Kota Kisaran yang terlihat semakin tua, tidak tertata dan bahkan terkesa kumuh, Masjid Agung bak mutiara memancarkan sinarnya. Masih seperti belasan tahun yang lalu, hanya batang-batang pohon palm raja yang tampak terus tumbuh. Upaya Asahan Budidaya Gaharu [ABG] menanam bibit pohon gaharu di halaman Masjid Agung beberapa waktu lalu telah memberikan harapan baru bagi pengembangan fungsi Masjid Agung, tidak hanya sebagai tempat ibadah Umat Islam di Kisaran, Asahan tetapi juga sekaligus sebagai "laboratorium konservasi". Bukankah ini juga salah satu peningkatan fungsi Masjid sebagai tempat untuk mengenalkan budaya cinta lingkungan ditengah ancaman global warming terhadap generasi penerus? Kita patut bersyukur dan memberikan apresiasi tinggi untuk Bapak Mujiono, Ketua Asahan Budidaya Gaharu yang memiliki kepedulian dan gagasan mulia tersebut. Sudah sepantasnya pula Pemerintah Asahan memberikan apresiasi dan memfasilitasi upaya-upaya warganya seperti ini.
Sebaliknya, area luar Masjid Agung Kisaran tampaknya tidak memberikan nuansa yang mendukung. Gedung-gedung Kota yang terlihat semakin tua, tidak tertata bahkan terkesan kumuh merupakan pemandangan yang sangat kontras dengan Masjid. Kisaran tampak seperti kota mati, dan seolah hanya tinggal Masjid Agung yang memancarkan titik kehidupan. Bagaimana tidak, Pemerintah Kabupaten sama sekali tidak mempedulikan tata estetika Kota Kisaran. Jalan Imam Bonjol tempat Masjid Agung kokoh berdiri, merupakan pusat kota Kisaran yang telah tumbuh berubah menjadi gedung-gedung bertingkat tanpa penghuni. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Asahan mengumbar ijin pembangunan gedung-gedung bertingkat untuk sarang burung wallet telah mengubah Kisaran menjadi kota yang mati suri, tidak lagi berkembang atau dikembangkan menjadi Kota yang tertata secara apik dan asri. Sampai sekarang Seputar Asahan masih bertanya-tanya bagaimana Pemerintah Pusat memberikan penilaiannya sehingga Kabupaten Asahan memperoleh Piala Adipura? Lihatlah contoh photo berikut ini yang diambil Seputar Asahan pada tanggal 13 Agustus 2009 lalu di depan Masjid Agung Kisaran. Tampak sekali Kota yang mengesankan tidak tertata dan cenderung terasa kumuh. Tetapi baiklah, tulisan ini tidak akan mengulas lebih dalam mengenai kondisi Kota Kisaran, karena Seputar Asahan akan mengulasnya dalam tulisan tersendiri pada edisi mendatang.
Kembali ke fungsi Masjid. Bagi Pemerintah Kabupaten Asahan,
Takmir Masjid, dan umat muslim di Kota Kisaran, pengembangan fungsi
Masjid Agung menjadi tantangan dan tugas penting pada masa akan datang.
Mari kita bayangkan satu, dua, lima atau bahkan sepuluh tahun lagi.
Masjid Agung Kisaran menjadi tempat berkumpulnya para generasi muda
mengembangkan berbagai ilmu dan keahlian mereka. Perpustakaan Masjid
dengan koleksi buku terlengkap menjadi sumber referensi Mahasiswa dan
Ilmuan yang ingin menulis serta para peneliti mengangkat kembali sejarah
kebudayaan melayu Asahan. Aula Masjid menjadi tempat berdiksusi
berbagai masalah sosial budaya dan pembangunan di Asahan, pusat
pergerakan sosial untuk mengontrol dan mengawasi pemerintahan yang zalim
dan korup di Asahan. Di areal sekitarnya, toko-toko buku hasil tulisan
ilmuan Asahan dijual, pernak-pernik sovenir khas Asahan seperti rajutan
sajadah dari kapas, rangkaian tasbih dari bahan cangkang lokan, dan
anyaman peci dari rotan, serta jajanan-janana khas Asahan dijual dengan
kemasan yang rapi dan menawan setiap pengunjung untuk membelinya sebagai
oleh-oleh khas Asahan.
Bayangkanlah, berawal dari revitalisasi fungsi sebuah Masjid, nantinya taraf ekonomi masayarakat sekitarnya juga akan terangkat sedemikian rupa. Sehingga kita tidak lagi perlu membangun gedung tinggi berharga milayaran rupiah hanya untuk "tidur" burung walet yang tidak jelas hasilnya bagi peningkatan pendapatan daerah. Dengan demikian, secara berangsur-angsur Kota Kisaran akan ditata kembali menjadi kota sebenarnya kota yang asri, estetis dan bersahaja. Ini bukan mimpi, tetapi cita-cita yang sangat mungkin menjadi nyata jika kita umat Islam di Asahan, apakah itu Ulama, Umarah maupun Ummat pada umumnya bahu mambahu berjuang untuk mewujudkannya. Jadikanlah Ramadhan kali ini untuk meletakkan pondasi harapan tersebut [Tim Seputar Asahan].
sumber:http://seputar-asahan.blogspot.com/2009/08/di-jaman-rasulullah-masjid-tidak-hanya.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar